Oleh: Hasyim Muhammad, S.Pd
(Kepala MTs Abu Bakar Al-Islamy)
Ketika kita berbicara tentang santri, mungkin sebagian orang langsung membayangkan sosok bersarung yang khusyuk membaca kitab dan pandai menghafal Qur’an di pondok pesantren. Namun, santri sejatinya lebih dari sekadar simbol tradisi keagamaan. Mereka adalah pilar moral bangsa, sekaligus agen intelektual yang selama ini ikut menjaga fondasi pendidikan dan peradaban Indonesia. Saya percaya, jika bangsa ini masih memiliki arah dalam dunia pendidikan dan sosial, salah satu penyebab utamanya adalah karena masih ada para santri yang ikhlas belajar, mengajar, dan mengabdi.
- Santri dan Pendidikan merupakan Warisan dan Harapan
Dalam dunia pendidikan, santri tidak hanya mewarisi keilmuan klasik Islam, tetapi juga menjadi jembatan antara nilai-nilai agama dan perkembangan zaman. Mereka belajar tentang fiqih dan akhlak, tetapi juga tidak menutup diri terhadap ilmu pengetahuan modern. Banyak dari mereka yang kini menjadi guru, dosen, bahkan ilmuwan. Saya melihat ini sebagai bentuk integrasi ideal antara agama dan ilmu.
Lebih dari itu, pendidikan karakter yang sering digembar-gemborkan dalam sistem pendidikan nasional sebenarnya telah lama diterapkan di pesantren. Disiplin, keikhlasan, kesederhanaan, dan tanggung jawab adalah nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan santri. Ironisnya, dunia luar justru baru sadar akan pentingnya pendidikan karakter ketika krisis moral semakin menganga.
- Santri dan Masyarakat merupakan Akar yang Menghidupkan
Santri bukan hanya milik pesantren. Ketika mereka kembali ke masyarakat, mereka menjadi pemimpin informal, pendakwah, bahkan penggerak ekonomi rakyat. Di tengah arus globalisasi dan krisis identitas budaya, santri hadir sebagai penjaga nilai-nilai lokal yang mulai ditinggalkan. Mereka mengajarkan Islam yang ramah, moderat, dan membumi—bukan Islam yang kaku apalagi ekstrem.
Saya pernah menyaksikan sendiri bagaimana seorang santri yang pulang ke kampung halamannya mendirikan taman pendidikan Al-Qur’an atau menjadi salah satu dari bagian tenaga pengajar TPQ yang sudah ada dan aktif dalam musyawarah ataupun organisasi desa seperti remaja masjid maupun karang taruna. Ia tidak menuntut popularitas, tetapi kehadirannya memberikan perubahan nyata. Inilah kekuatan santri yang sering luput dari sorotan media.
- Menghidupkan Kembali Semangat Kesatrian
Santri tidak boleh hanya dikenang dalam sejarah perjuangan atau dilihat sebagai warisan budaya pesantren. Mereka harus terus diberi ruang dalam pembangunan bangsa. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan harus bersinergi dalam memperkuat peran santri—bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai pengarah arah moral dan intelektual Indonesia.
Dalam dunia yang semakin bising oleh pragmatisme dan kepentingan sesaat, santri adalah oase yang menghadirkan kedalaman berpikir dan ketulusan bertindak. Saya yakin, jika kita ingin melihat masa depan bangsa yang lebih manusiawi dan bermartabat, maka kita harus melihat kembali kepada nilai-nilai yang telah lama ditanamkan di dunia pesantren. Dan di sana, kita akan menemukan bahwa santri bukan hanya masa lalu bangsa ini, tapi juga masa depannya.